Dukuh Wanagopa terletak di
Desa Kreman, Kecamatan Warureja, Kabupaten Tegal. Berjarak ± 4,5 KM di barat
daya pusat Kecamatan Warureja. Dukuh Wanagopa juga berada di perbatasan antara
Kecamatan Warureja dan Suradadi.
Letak yang strategis dengan
tiga sungai yang mengalir di dalamnya, antara lain : Sungai Kunci, Sungai Pedati, dan Sungai
Jimat, membuat mayoritas penduduk Dukuh Wanagopa memilih bekerja sebagai
petani.
Dukuh Wanagopa memiliki
salah satu peninggalan sejarah yaitu Makam Kyai Hasan atau yang dikenal warga
setempat dengan nama Mbah Wana. Menurut sejarah, Kyai Hasan merupakan anak
kedua dari Pangeran Diponegoro dari istri keempatnya, yaitu Raden Ayu
Manduretno. Kyai Hasan memiliki nama lain Raden Mas Raib atau Pangeran Hasan.
Pada saat perang Diponegoro berlangsung Kyai Hasan berumur 9 tahun, beliau
sering membantu ayah dan kakak kandungnya yang bernama Mas Joned. Akhirnya
mereka ditangkap oleh pihak Belanda pada tanggal 18 Maret 1830 dan diasingkan
ke Ambon. Namun pada tahun 1848, Kyai Hasan pun kembali ke tanah Jawa atas
seizin Van den Bosch, kemudian beliau mengembara sembari menyebarkan agama
Islam di sekitar lereng Gunung Slamet, dan sampailah di sebuah Desa yang ketika
itu sudah dibangun oleh Mbah Ibrohim seorang pendatang dari Desa Bumiharja pada
tahun 1870. Kemudian desa itu diberi nama Wanagopa. Menurut Bapak Abdul Salam,
S.Ag sejarawan wanagopa mengatakan bahwa Wanagopa berasal dari dua kata yaitu
Wana dan Gopak. Wana berarti hutan dan Gopak berarti petak, jadi disimpulkan
bahwa Wanagopa dibuat dengan menebang hutan secara berpetak-petak. Selain itu
nama Wanagopa merupakan bentuk penghargaan Mbah Ibrohim kepada Kyai Hasan/Mbah
Wana. Disisa hidupnya Kyai Hasan menghabiskan waktunya dengan mendekatkan diri
pada Allah. Pada tahun 1896-an beliau wafat dan dimakamkan di Dukuh Wanagopa,
Desa Kreman, Kecamatan Warureja, Kabupaten Tegal. Tetapi beberapa pihak
mengatakan bahwa Kyai Hasan meninggal di Panggung Tegal. Namun kenyataannya,
makam Kyai Hasan sendiri berada di Dukuh Wanagopa, Desa Kreman.